Perayaan syawalan atau kupatan di Kudus serentak digelar di tiga titik terpisah. Perayaan lebaran pada hari ketujuh setelah Idul Fitri ini didatangi pengunjung mencapai ribuan pada setiap lokasi. Tampak dari lokasi yang dipenuhi pengunjung. Kupatan ini diharapkan menjadi medium sosialisasi budaya lokal kepada masyarakat.
Rabu (7/9) pagi hingga siang pengunjung menyemut di lokasi syawalan Bulusan di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo. Mereka menyaksikan arak-arakan budaya yang mengisahkan sejarah Bulusan. Di antara peserta kirab ada dua seniman yang menggunakan kostum bulus, hewan yang mampu hidup di darat dan air.
Warga menyambut positif kirab Bulusan yang kali pertama digelar. Menurut penggagas acara, Aris Junaidi, yang juga Ketua Dewan Kesenian Kudus, seniman yang dilibatkan kurang lebih 150 orang. Mereka berasal dari berbagai sanggar seni di Kota Keretek.
Pada tahun mendatang, acara kirab akan dimasukkan agenda wajib setiap Bulusan. "Kami menyediakan 15 ribu buah tiket untuk pengunjung. Acara ini dapat mendorong pemasukan desa jika dikemas menarik," ujar Ketua Panitia Bulusan, Kamludin.
Puncak acara perayaan kupatan di Desa Kesambi, Kecamatan Mejobo juga dipadati pengunjung. Acara yang biasanya hanya dipenuhi sekitar 5.000 pengunjung itu, justru mampu menyedot 7.500 pengunjung.
Ketua Panitia Lomban Kesambi, Muhammad Sofyan, mengatakan para pengunjung yang datang disuguhi pasar rakyat, kegiatan naik perahu bersama menyusuri sungai Piji, dan hiburan musik dangdut. Kegiatan ini menarik masyarakat di Kabupaten Kudus dan kabupaten Pati. "Karena Desa ini dekat dengan Kabupaten Pati, makanya daerah sekitarnya juga banyak yang datang ke sini," katanya.
Sosialisasi Budaya
Di Desa Colo Kecamatan Dawe, acara kupatan digelar meriah dengan merebutkan empat gunungan yang berisi ketupat, lepet, dan hasil bumi. Gunungan yang dipercaya ada unsur 'berkah' tersebut dikirab dari Makam Sunan Muria pada pukul 10.00 kemudian didoakan oleh para ulama dan sesepuh desa.
Namun, sebelum serah terima gunungan kepada Bupati Kudus, masyarakat sudah berebut mengambil isi gunungan. Bupati Kudus, Mustofa, dalam sambutannya berharap acara ini dapat mengingatkan peran Sunan Muria dalam penyebaran agama Islam dan nguri-nguri tradisi kupatan, serta menjadi medium mengenalkan budaya lokal.
"Parade Seribu ketupat ini sudah dilaksanakan lima kali, semoga masih bisa dilaksanakan," kata Kepala Desa Colo, Demung Khairul Falah.
Ketua Komisi B DPRD Kudus, Mas'an, meminta pihak desa dan Disparbud Kudus untuk memperhatikan tempat gunungan diperebutkan, karena saat digelar berada di tebing. Selain bisa membahayakan pengunjung, penempatan tamu juga terganggu.
"Kami dukung terus dalam penganggaran parade kupat ini, namun lokasinya perlu dicarikan yang lapang, agar tak menimbulkan insiden," katanya.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar