Solo (Solopos.com) – Khusyuk dalam kesederhanaan. Begitulah kesan yang terasa dari ritual Malem Selikuran Keraton Kasunanan Surakarta, Sabtu (20/8/2011) malam. Tak ada lagi iring-iringan besar abdi dalem Keraton yang membawa 1.000 tumpeng ke Taman Sriwedari, seperti ritual yang sama tahun lalu.
BERDOA BERSAMA -- Para abdi dalem bersama warga berdoa bersama di halaman Masjid Agung, Sabtu (20/8/2011) dalam ritual Malem Selikuran. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)
Perayaan Malem Selikuran kali ini dihelat di Masjid Agung Solo. Seperti konsep awal ritual pada masa Pakubuwono IX. Otoritas Keraton penyelenggara ritual mengklaim hanya tempat penyelenggaraan yang berbeda. Jumlah tumpeng, abdi dalem serta uba rampe sama dengan ritual tahun lalu. Tapi ritual kali ini tidak menyertakan iring-iringan kuda.
Ironisnya alasan pemindahan tempat ritual untuk memangkas biaya penyelenggaraan ritual. Setelah melalui serentetan pertimbangan, akhirnya ritual Malem Selikuran digelar di Masjid Agung. Namun tetap dengan konsep/prosesi ritual selama ini. “Ada atau tidak bantuan kami tetap gelar ritual ini. Tidak ada penyusutan bagian prosesi seperti uba rampe dan tumpeng 1000,” ujar KP Winarno Kusumo, saat ditemui wartawan di sela-sela prosesi.
Jumlah 1000 tumpeng kecil yang terdiri dari nasi gurih, kedelai hitam, cabai hijau, rambak dan mentimun tidak boleh dikurangi karena memiliki makna filosofi tersendiri. 1000 Tumpeng melambangkan janji Allah SWT yang akan memberikan imbalan pahala setara 1000 bulan kepada hamba-Nya yang iklas beribadah pada malam lailatul qadar. Juga ada ingkung yang melambangkan kepasrahan total seorang hamba di hadapan Allah SWT. “1000 tumpeng diiringi lampu-lampu penerang, mengadopsi dari kisah turunnya Muhammad SAW dari Jabal Nur,” imbuh Winarno.
Mengenai tidak turunnya dana dari Pemkot untuk penyelenggara ritual tahun ini, menurut dia pernah ditanyakan kepada Sekda, Budi Suharto. Namun Sekda mengakua hanya menjalankan tugas. Sementara ritual Maleman Selikuran di Masjid Agung tidak banyak diikuti masyarakat umum. Ritual doa dipimpin oleh ulana Keraton, KRAT Pujo Diningrat. Setelah didoakan, 1000 tumpeng dibagikan kepada abdi dalem pengiring dan masyarakat sekitar Masjid. Tidak ada lagi berebut tumpeng. Abdi dalem dan masyarakat tertib menunggu jatah pembagian tumpeng sembari duduk bersila di pelataran Masjid. “Lumayan dapat berkat dari Keraton, mudah-mudahan membawa berkah,” ucap Samiyono, penarik becak di sekitar Masjid.
0 komentar:
Posting Komentar